“PERPUSTAKAAN UNTUK
RAKYAT”
Pada hari senin yang lalu, jurusan ilmu perpustakaan
ngadain kuliah umum lho. Seru banget deh, ramai pengunjung sampai-sampai banyak
yang rela lesehan. Pada kuliah umum itu, menghadirkan 3 narasumber, yang
pertama ibu Afia Rosdiana dari perpuskota, yang kedua dan paling ditunggu adalah
pak Blasius Sudarsono, beliau datang bersama mbak Ratih Rahmawati. Pada kuliah umum tersebut
mengangkat tema “perpustakaan untuk rakyat”.
Bagian yang pertama ini
disampaikan oleh ibu Afi, Dengan hadirnya buku “Perpustakaan untuk
Rakyat” ini, suatu hal yang menggembirakan bagi kita semua yang berkecipung
dalam bidang perpustakaan karena buku ini memberikan nuansa yang lain tentang
apa itu perpustakaan yang tidak hanya terkait dengan klasifikasi, katalogisasi
dan cara menata perpustakaan.
Bab pertama, berbicara tentang pengembangan masyarakat. Sedikit masukan dari beliau
perpustakaan disini yang ditulis adalah perpustakaan umum ada di wilayah kota
Yogyakarta, namun Taman Bacaan disini adalah Taman Bacaan dan Cakruk Pintar itu
adalah Taman Bacaan Masyarakat yang berada di wilayah Sleman. Ada yang berbeda
dengan kebijakan dan pendampingan yang dilakukan antara kota Yogyakarta dengan
Sleman. Tahun 2009, seolah-olah orang yang ada di perpustakaan tidak boleh
menyebut dengan TBM, karena kalau TBM itu miliknya Depdiknas.
Pernah terjadi di Jogja, 197 TBM di Jogja ditawari mau
memakai nama perpustakaan atau TBM? Akhirnya diambillah nama TBM karena bantuan
dari Dinas Pendidikan lebih banyak. Perpustakaan masyarakat atau TBM mempunyai
ruh yang sama yaitu mengembangkan minat baca. Dari 240 TBM, hampir 30% sudah
“koma” atau tidak mati dan tidak hidup.
Selanjutnya, Pak Blasius dan Ratih
membicarakan perpustakaan dan kepustakawanan. Bu Afi mengaitkan dengan anekdot
Gus Dur tentang banteng. Anekdot tersebut mempunyai pemahaman bahwa banteng
yang sangat galak kalah dengan kegalakan Bill Clinton, terkait dengan perkataan
Bill Clinton “kalau kamu ngeyel tidak mau minggir, saya titipin di
perpustakaan”. Sebegitu menyeramkankah perpustakaan sampai banteng saja takut?.
Hal tersebut terkait dengan orang-orang yang “dibuang” di perpustakaan. Jadi,
semua itu tergantung dengan persepsi kita masing-masing.
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari buku tersebut,
bukan hanya belajar ilmu perpustakaan tidak hanya belajar mengolah perpustakaan
tetapi lebih kepada memahami kebutuhan masyarakat. Kadang-kadang sebagian orang
yang bukan pustakawan agak susah untuk mengubah paradigma bahwa pustakawan itu
hanya mengurusi buku dan sangat susah sekali mengatakan perpustakaan itu harus
dinamis.
Pada kesempatan ini, mbak Ratih mengatakan bahwa yang
tertulis itu bukan kontennya tapi bagaimana berkolaborasi antara generasi yang
masih banyak galaunya dengan bapak Blasius yang sudah mempunyai jam terbang
tinggi. Mengenai artikel yang ditulis oleh mbak Ratih mengenai perpustakaan
yang ada di Jogja dan Sleman, beliau mengatakan bahwa itu hanya urusan
kebijakan.
Pak blasius menceritakan
perpustakaan dengan restoran. finally library is librarian, yang di belakang
perpustakaan adalah pustakawan. Pustakawan mempunyai jiwa ruh kepustakawanan.
Jika
dikaitkan dengan perpustakaan, ada dua tujuan penting pada pembukaaan UUD 1945
terkait dengan dialog buku tersebut, yaitu:
-
Kesejahteraan umum
-
Kecerdasan kehidupan bangsa
Kesejahteraan
umum harus mensejahterakan pribadi terlebih dahulu. Begitu juga dengan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdasakan hidup pribadi maka kecerdasan
hidup bangsa akan tercapai.
TBM atau perpustakaan bukan tujuan akhir namun hanya
antaran. Kalau diantaran saja sudah bertengkar, bagaimana tujuan akhir tersebut
akan tercapai?. Sayangnya, pembukaan UUD 1945 tidak secepatnya
diinternalisasikan kepada bangsa Indonesia.
Pustakawan yang
memiliki kepustakawanan, pilar kepustakawanan adalah:
1.
Pada dasarnya kepustakawanan
adalah panggilan hidup.
2. Kepustakawanan adalah spirit of life.
3. Kepustakawanan adalah karya pelayanan
4. Kepustakawanan dilakukan dengan profesional
Jika diibartkan mata uang, kepustakawanan bisa dilihat dari satu koin.
Kepustakawanan lebih dekat dengan kemampuan, memahami yang mau daripada yang
mampu. Hal-hal tersebut yang menjadi motivator dan inspirator untuk pak
Blasius.
Kemampuan:
1.
Kepustakawanan harus diajak
berfikir kritis
2. Membaca. Pak Blasius setuju dengan ayat yang ada di Alquran yaitu
membaca dunia.
3. Menulis. Sebagai wujud syukur atas karunia Allah karena dapat berfikir.
Wujud syukur tersebut bisa dalam bentuk tulisan, rekaman atau film. Rasa syukur
tersebut dapat kita bagi melalui menulis.
4. Kemampuan enterpreneur. Pustakawan harus mengembangakn kemampuan
enterpreneur. Perpustakaan adalah akumulasi dari recorder culture atau
knowledge. Menjawab segala permasalahan yang dipaparkan dibuku tersebut, pak
Blasius berpendapat bahwa pendekatan keilmuan harus diperbaiki.
5. Etika. Etika perlu diajarkan. Example: internet banyak untuk akses
pornografi. Lalu bagaimana dengan tugas putakawan itu sendiri?
Interaksi kemampuan dan kemauan, diibaratkan oleh beliau
sebagai BRR, yaitu Bright, Right, Rije. Pustakawan itu harus cerdas. Cerdas
yang benar itu yang seperti apa? 3 pendekatan:
1.
Soft site
2. Kemampuan
3.
Pustakawan ideal
Pemahaman tentang
sistem yang harus diperbaiki:
1.
Pendekatan sistem
2. Fungsi ruang dan waktu
3.
Bilangan tiga
No comments:
Post a Comment